GOOGLE TRANSLATE

Saturday, November 15, 2008

Hanyalah Sementara


Ada kalanya tiba masa-masa sulit, yang membuat hidup serasa penuh kepedihan dan keluh kesah. Namun, pada saatnya jua tibalah masa-masa kegembiraan, yang membuat hidup terasa ringan dan terang. Tanpa sadar bibir kita basah dengan senyuman. Sesungguhnya, kesedihan, kegembiraan, kekecewaan, keriangan dan emosi-emosi lain hanyalah sementara. Sebagaimana sesaatnya malam ditelan siang. Tak selamanya kesedihan dan kegembiraanmelanga anda. Semua itu datang silih berganti, tanpa selalu dapat dinanti.

Yang perlu anda pahami adalah kesementaraan ini. Kesementaraan menunjukkan bahwa emosi-emosi itu bukanlah milik anda. Ia hanya sebuah tawaran dari alam yang menuntun tindakan dan sikap anda. Ia bukanlah anda. Saat gembira sadarilah kegembiraan itu. Saat sedih pahamilah kesedihan itu. Saat anda penuh dengan kesadaran akan emosi anda, saat itu anda bersentuhan dengan jiwa yang tenang milik anda.

Tuesday, November 11, 2008

Mulailah Memberi

Bila tak seorang pun berbelas kasih pada kesulitan anda. Atau, tak ada yang mau merayakan keberhasilan anda. Atau tak seorang pun bersedia mendengarkan, memandang, memperhatikan apa pun pada diri anda. Jangan masukkan ke dalam hati. Manusia selalu disibukkan oleh urusannya sendiri. Anda tak perlu memasukkan itu ke dalam hati. Karena hanya akan menyesakkan dan membebani langkah anda. Ringankan hidup anda dengan memberi pada orang lain. Semakin banyak anda memberi semakin mudah anda memikul hidup ini.

Berdirilah di depan jendela. Pandanglah keluar. Tanyakan pada diri sendiri, apa yang bisa anda berikan pada dunia ini. Pasti ada alasan kuat mengapa anda hadir di sini. Bukan untuk merengek atau meminta dunia menyanjung anda. Keberadaan anda bukan untuk kesia-siaan. Bahkan seekor cacing pun dihidupkan untuk menggemburkan tanah. Dan, sebongkah batu dipadatkan untuk menahan gunung. Alangkah hebatnya anda dengan segala kekuatan. yang tak dimiliki siapapun untuk mengubah dunia. Itu hanya terwujud bila anda mau memberikannya.

Sunday, November 2, 2008

Lebih dari Sekedar Ucapan Terima Kasih

Seorang anak merengek minta dibelikan jagung bakar. Dengan sedikit enggan ibunya mengulurkan selembar uang dan mengawasinya dari kejahuan. Lalu si anak dengan tekun mengikuti gerak-gerik nenek tua penjual jagung bakar memainkan kipas bambunya. Mata kanak-kanaknya membulat terheran-heran pada pletikan biji jagung, asap, serta harum tertebar kemana-mana. Sedangkan nenek tua berpakaian lusuh itu tersenyum melirik anak kecil yang jongkok disebelahnya. Mata tuanya meredup melayang entah kemana. Sesekali dicubitnya pipi anak itu. Kemudian diberikannya jagung bakar itu pada anak yang sedari tadi berharap-harap takjub, katanya, "Ambil saja buatmu nak. Tak usah dibayar." Si ibu mengucapkan terima kasih lalu berkata pada sang ayah, "Lumayan, kita dapat rejeki satu jagung bakar." Lalu mereka meninggalkan taman kota itu dengan kendaraan roda empat mereka.

Tunggu dulu wahai ibu! Mengapa kau menyebutnya sebagai rejeki? Bukankah dengan demikian si nenek tua itu malah kehilangan sebagian pengahasilannya yang tak seberapa? Tidakkah kau terpanggil untuk membalas pemberian itu dengan sesuatu yang lebih dari sekedar kata terima kasih? Memang, menerima selalu menyenangkan. Namun, memberi dengan sikap tulus lebih membahagiakan. Tahukah kau, wahai ibu, hati nenek tua itu teramat terang, jauh lebih terang dari lampu menerangi temaran senja ini.